Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang
 No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 
Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai 
suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah
 ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, 
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan
 setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang
 tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
 Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau 
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. 
Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan
 Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan 
Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping 
itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen,
 karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan 
kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat 
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih 
efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata
 ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank 
Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan 
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas 
sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank 
Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di
 luar pengadilan.
Sebagaimana disinggung di atas, menurut undang-undang yang berlaku, Bank Indonesia dinyatakan sebagai Bank Sentral yang independen. BI diberi status dan kedudukan sebagai suatu lembaga
negara yang independen dan bebas dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya. Pengecualian hanya untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut. Ditegaskan, dalam penjelasan undang-undang, bahwa kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. BI memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya, dimana pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan. Bahkan, BI wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
negara yang independen dan bebas dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya. Pengecualian hanya untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut. Ditegaskan, dalam penjelasan undang-undang, bahwa kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. BI memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya, dimana pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan. Bahkan, BI wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Bank Indonesia 55
Dengan alasan untuk lebih menjamin independensi tersebut, BI diberikan kedudukan khusus dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen, kedudukan BI tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Namun, kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukannya yang berada diluar Pemerintah. Sebagai konsekwensi
logisnya, BI dinyatakan sebagai Badan Hukum oleh undangundang. Pengertian badan hukum disini meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Sebagai badan hukum publik, BI berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan sebagai badan hukum perdata, BI dapat bertindak untuk dan atas
nama sendiri di dalam dan di luar pengadilan. Penegasan Bank Indonesia sebagai badan hukum memberinya wewenang penuh dalam mengelola kekayaan sendiri. Pengelolaan kekayaan Bank Indonesia dilaksanakan secara terpisah dan terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Termasuk di dalam wewenang ini adalah perihal pengelolaan anggaran BI, seperti belanja barang, dan gaji pegawainya. Memang ada aturan mainnya, seperti: persetujuan DPR tentang hal-hal pokok, adanya audit oleh BPK, serta aturan pelaksanaan lainnya. Bagaimanapun, wewenang BI
dalam hal ini sangat besar. Yang paling mendasar dari status dan kedudukan BI saat ini adalah sebagai otoritas moneter satu-satunya. Tidak ada lagi dewan moneter. BI tidak bertanggung jawab kepada Presiden, dan hanya melakukan komunikasi dan ”koordinasi” kebijakan dengan pemerintah. Kepada DPR pun tanggungjawabnya adalah pada hal-hal yang diatur oleh undang-undang saja. Pada prinsipnya, BI lebih ditekankan untuk bertanggungjawab kepada publik. Semua posisi ini diharapkan membuat BI dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
56 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
Sebagai imbangannya, BI memang dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Amandemen UU-BI tahun 2004, sebagiannya menegaskan beberapa hal tentang transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia. Secara teknis, berbagai laporan pelaksanaan tugas dan alasan pengambilan kebijakan BI harus dipublikasikan secara luas dan dalam waktu segera kepada publik. Sejauh ini, BI memang berubah menjadi lembaga negara yang paling komunikatif kepada publik dalam hal penjelasan kebijakannya, yang antara lain ditunjukkan oleh situsnya yang sangat user friendly untuk ukuran birokrasi di Indonesia. Namun, content publikasi tersebut masih memerlukan diskusi lebih lanjut apakah “seimbang” dengan kekuasaannya yang sangat besar.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi,
 sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah 
terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan
 untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta 
batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya 
tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
- Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan 
ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip 
kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan 
dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin 
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan 
atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada 
bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan,
 Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. 
Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara 
berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung 
dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan
 yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan 
kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong 
pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas 
pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Otoritas Moneter
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang tepat. Kebijakan itu bisa berupa Open Market Operation, Discount Policy, Sanering, dan Selective Credit.
Sistem Pembayaran
Menjaga stabilitas nilai tukar
 rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan 
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga 
stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan 
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga 
perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai 
otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan 
kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan 
persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring
 antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga 
adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari 
komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan 
di Indonesia.
 BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak 
yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut.
 BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan 
sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana,
 baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral
 juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan 
sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai,
 Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk 
mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan 
memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam 
mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya 
untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy
 tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank 
Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, 
pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan 
perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik 
sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang 
dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang
 yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan 
tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang 
emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah 
dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau
 diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan 
uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah 
persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama 
jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara.
 Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik 
melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem 
monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada 
bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan
 melalui penerimaan setoran
 dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan 
melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di 
seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan 
yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi
 tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. 
Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan 
meminimalisasi peredaran uang palsu
 serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang 
dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia 
atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang
 Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia 
melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut 
adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil 
cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan 
pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak
 ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur
 sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai 
wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi
 Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima
 tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali
 masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter,
 serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi
 atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang 
bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
HUBUNGAN BI DENGAN PEMERINTAH
Hubungan
 Bank Indonesia dengan Pemerintah seperti yang dituangkan dalam 
Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah.
2. Untuk dan atas nama Pemerintah Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri.
3. Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengandung Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau kewenangan Bank Indonesia.
4. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
5. Dalam hal Pemerintah menerbitkan surat-surat hutang Negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi denga Bank Indonesia dan Pemerintah juga wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat hutang negara yang diterbitkan Pemerintah.
7. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah.
1. Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah.
2. Untuk dan atas nama Pemerintah Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri.
3. Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengandung Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau kewenangan Bank Indonesia.
4. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
5. Dalam hal Pemerintah menerbitkan surat-surat hutang Negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi denga Bank Indonesia dan Pemerintah juga wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat hutang negara yang diterbitkan Pemerintah.
7. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah.
Hubungan dengan Pemerintah
Hubungan yang utama adalah Bank Indonesia juga bertindak sebagai pemegang kas pemerintah. Disamping itu, atas permintaan Pemerintah, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. BI dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang
atau sebanyak-banyaknya 7 orang Deputi Gubernur. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Rapat Dewan Gubernur merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi. Bank Indonesia 71 Hubungan penting lainnya adalah koordinasi dan konsultasi. Pemerintah wajib meminta pendapat dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas mengenai masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga dapat memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pemerintah juga wajib berkonsultasi dengan Bank Indonesia apabila akan menerbitkan surat utang negara. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat utang negara, terutama informasi mengenai pasar dan waktu penerbitan surat utang tersebut. Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat utang negara tersebut di pasar primer dan hanya dapat membeli di pasar sekunder yang semata-mata hanya untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter. Salah satu perubahan yang penting dalam UU-BI adalah larangan pemberian kredit kepada Pemerintah. Selama ini pemberian kredit kepada Pemerintah ditujukan untuk memperkuat kas negara dalam mengatasi defisit pembelanjaan. Dalam UU-BI secara tegas dinyatakan bahwa Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah karena dianggap dapat mengganggu keutuhan
konsep independensi Bank Indonesia. Walaupun Bank Indonesia merupakan lembaga yang independen, namun koordinasi dengan Pemerintah yang bersifat konsultatif tetap diperlukan. Pemerintah yang diwakili seorang Menteri atau lebih dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara. Hubungan dengan Pemerintah juga nampak dalam pembagian
surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia. Sisa surplus Bank 72 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT Indonesia setelah dikurangi 30% untuk cadangan tujuan dan 10% untuk cadangan umum diserahkan kepada Pemerintah dengan ketentuan terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar
kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia. Diatur pula jika terjadi defisit dalam kegiatan tahun berjalan, dimana ada kewajiban pemerintah untuk membantu keuangan BI.
Hubungan yang utama adalah Bank Indonesia juga bertindak sebagai pemegang kas pemerintah. Disamping itu, atas permintaan Pemerintah, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. BI dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang
atau sebanyak-banyaknya 7 orang Deputi Gubernur. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Rapat Dewan Gubernur merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi. Bank Indonesia 71 Hubungan penting lainnya adalah koordinasi dan konsultasi. Pemerintah wajib meminta pendapat dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas mengenai masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia juga dapat memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pemerintah juga wajib berkonsultasi dengan Bank Indonesia apabila akan menerbitkan surat utang negara. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat utang negara, terutama informasi mengenai pasar dan waktu penerbitan surat utang tersebut. Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat utang negara tersebut di pasar primer dan hanya dapat membeli di pasar sekunder yang semata-mata hanya untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter. Salah satu perubahan yang penting dalam UU-BI adalah larangan pemberian kredit kepada Pemerintah. Selama ini pemberian kredit kepada Pemerintah ditujukan untuk memperkuat kas negara dalam mengatasi defisit pembelanjaan. Dalam UU-BI secara tegas dinyatakan bahwa Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah karena dianggap dapat mengganggu keutuhan
konsep independensi Bank Indonesia. Walaupun Bank Indonesia merupakan lembaga yang independen, namun koordinasi dengan Pemerintah yang bersifat konsultatif tetap diperlukan. Pemerintah yang diwakili seorang Menteri atau lebih dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara. Hubungan dengan Pemerintah juga nampak dalam pembagian
surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia. Sisa surplus Bank 72 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT Indonesia setelah dikurangi 30% untuk cadangan tujuan dan 10% untuk cadangan umum diserahkan kepada Pemerintah dengan ketentuan terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar
kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia. Diatur pula jika terjadi defisit dalam kegiatan tahun berjalan, dimana ada kewajiban pemerintah untuk membantu keuangan BI.
Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Indonesia#Status_dan_Kedudukan_Bank_Indonesia 
               http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/status-dan-kedudukan-bank-indonesia.html 
                  http://linguasphereus.blogspot.com/2011/04/hubungan-bank-indonesia-dengan.html
               http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/hubungan-bank-indonesia-dengan.html   
